Wednesday 20 May 2020

Perlindungan Konsumen; Amanat Undang-Undang


Undang-Undang RI nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menjelaskan Perlindungan Konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan lima asas, yang relevan dengan Pembangunan Nasional, yaitu: asas manfaat, asas keadilan, asas keseimbangan, asas keamanan dan keselamatan, dan asas kepastian hukum.
  1. Asas Manfaat, bahwa penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
  2. Asas Keadilan, dijelaskan bahwa partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan dengan maksimal dan tersedia kesempatan kepada para konsumen dan pelaku usaha untuk mendapatkan hak-haknya dan melaksanakan kewajiban-kewajibannya secara adil.
  3. Asas Keseimbangan, memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti material maupun spiritual.
  4. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen, memberi jaminan atas keselamatan para konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang/jasa yang dikonsumsi atau dipergunakan.
  5. Asas Kepastian Hukum, agar pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan mendapatkan keadilan dalam penyelenggaraan kegiatan perlindungan konsumen dengan negara menyediakan jaminan kepastian hukum. 
Kegiatan perlindungan konsumen melibatkan secara intensif 2 (dua) pihak utama, yaitu konsumen dan pelaku usaha. Menurut UU Perlindungan Konsumen di atas, konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Sedangkan pelaku usaha didefinisikan sebagai setiap orang-perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan di dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

Tujuan Pelindungan Konsumen

Pasal 2 dan 3 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menguraikan tujuan kegiatan perlindungan konsumen sebagai berikut:
  1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian seorang konsumen untuk melindungi diri sendiri;
  2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkan konsumen dari ekses negatif penggunaan barang dan/atau jasa;
  3. Meningkatkan perbedaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-hak sebagai konsumen;
  4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi dan akses untuk memperoleh informasi;
  5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen, sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;
  6. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, serta keselamatan para konsumen.
Hak dan Kewajiban Para Pihak

Masing-masing pihak, pelaku usaha dan konsumen, yang terlibat pada kegiatan transaksi terikat pada hak dan kewajiban yang diatur secara proporsional sesuai dengan perannya masing-masing.

Hak dan Kewajiban Konsumen
Pasal 4 UU Perlindungan Konsumen menguraikan beberapa hak yang melekat pada konsumen yang terikat transaksi, yaitu:
    • Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
    • Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
    • Hak atas informasi yang benar, jujur, dan jelas mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
    • Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
    • Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
    • Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
    • Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
    • Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian ataun tidak sebagaimana mestinya;
    • Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Sedangkan Pasal 5 UU Perlindungan Konsumen mengatur kewajiban-kewajiban konsumen, yaitu:
    • Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatna barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
    • Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
    • Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
    • Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut 
Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha

Pasal selanjutnya, yaitu Pasal 6 UU Perlindungan Konsumen, berisi hak-hak yang dimiliki oleh pihak pelaku usaha, sebagai berikut:
    • Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
    • Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;
    • Hak untuk mendapatkan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;
    • Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
    • Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Adapun kewajiban pelaku usaha ditentukan sebagai berikut:
    • Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya
    • Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan;
    • Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
    • Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
    • Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
    • Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
    • Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian. 
Perlindungan Konsumen di Era Digital

Sejatinya, UU Perlindungan Konsumen belum mengatur secara eksplisit mengenai kegiatan perlindungan konsumen yang dilaksanakan secara digital. Namun demikian, ada aturan lain yang bisa digunakan untuk mengakomodasi dan melindungi hak dan kewajiban pelaku usaha dan konsumenberkaitan dengan transaksi digital maupun atau elektronik, yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau lebih familiar dengan nama UU ITE. Aturan ini kemudian mengalami perubahan yaitu pada Undang-Undang Nomor Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Perlindungan bagi konsumen yang tersedia pada aturan di atas, di antaranya adalah data pribadi yang sensitif untuk disebarkan, data transaksi digital, dan perlindungan-perlindungan lain yang diatur oleh UU ITE tersebut yang menjamin keamanan transaksi yang dilakukan secara digital.

Aspek penting dari kegiatan perlindungan konsumen ini sebenarnya adalah upaya penyelesaian sengketa konsumen dan informasi terkait itu yang perlu dan penting untuk diketahui, baik oleh pelaku usaha maupun konsumen sendiri. 

Harapan adanya UU Perlindungan Konsumen ini adalah sebagai jaminan dan perlindungan, baik bagi konsumen maupun pelaku usaha dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan transaksional yang aman dan memberi manfaat bagi semua pihak yang terlibat. 

***

Thursday 30 April 2020

Industri Suku Cadang dan Aksesori Kendaraan Bermotor Roda Empat atau Lebih Paling Banyak Ajukan IOMKI di Jabar

Miniatur mobil klasik
Seiring penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), Pemerintah tetap menjaga agar pergerakan ekonomi tidak terpuruk. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan tetap mendorong aktivitas utama penggerak rodanya yaitu industri. Untuk menjamin agar usaha tetap berlangsung, apalagi pada kegiatan yang berhubungan dengan aspek ekonomi dan sosial masyarakat, Menteri Perindustrian (Menperin) RI menerbitkan Surat Izin Operasional dan Mobilitas Kegiatan Industri (IOMKI).

Pada kenyataannya, memang terdapat beberapa sektor industri yang tetap harus berjalan meskipun pembatasan sedang gencar-gencarnya dilaksanakan. Data tanggal 26 April 2020 mencatat sebanyak 14.533 perusahaan yang telah memperoleh izin dari Kemenperin dan dapat tetap berkegiatan selama masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) berlaku. 

"Sampai tanggal 26 April 2020, Kementerian Perindustrian telah mengeluarkan Izin Operasional dan Mobilitas Kegiatan Industri (IOMKI) sebanyak 14.533. Kegiatan industri harus tetap berjalan dengan memenuhi SE Menperin Nomor 4 Tahun 2020 dan untuk menjamin operasional industri, perusahaan industri atau kawasan industri dapat mengajukan IOMKI," menurut Sekretaris Jenderal Kemenperin RI, Achmad Sigit Dwiwahjono dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) virtual dengan Komisi VI DPR pada Selasa (28/4/2020), dikutip dari Kumparan.com.

Catatan penting yang perlu diketahui bahwa pemberian izin operasional tersebut tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Persetujuan Kemenperin merupakan syarat mutlak bagi industri untuk tetap bisa beroperasi sebagaimana lampiran bagian D (halaman 24) peraturan dimaksud.

Perusahaan-perusahaan yang memperoleh izin untuk tetap beroperasi berasal dari beragam sektor, sebagian besar di antaranya yaitu: industri agro; industri logam, mesin, alat transportasi, dan elekronika; industri kimia dan farmasi; industri tekstil; industri kecil menengah dan aneka; kawasan industri; dan jasa industri.


Jawa Barat Paling Banyak


Berdasarkan provinsi, Jawa Barat menjadi provinsi dengan pemohon IOMKI terbanyak dengan jumlah 5.185 pelaku usaha. Jumlah tersebut meng-cover sekitar 1,46 juta tenaga kerja. Provinsi Banten (2.816 IOMKI dengan 694 ribu pekerja), Jawa Timur (2.606 IOMKI dengan 643 ribu pekerja), dan DKI Jakarta (970 IOMKI dengan 195 ribu pekerja) mengikuti di bawahnya. 

Sumber: Data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Prov. Jawa Barat
Berdasarkan bidang usaha, dari 4.854 data perusahaan yang diterima Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Prov. Jawa Barat per tanggal 16 April 2020, bidang usaha Industri Suku Cadang dan Aksesori Kendaraan Bermotor Roda Empat atau Lebih dengan nomor Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 29300 terdata paling banyak mengajukan permohonan, yaitu 445 pengajuan. Selanjutnya, Jasa Industri untuk Berbagai Pengerjaan Khusus Logam dan Barang dari Logam (KBLI 25920) diajukan oleh sebanyak 250 pelaku usaha.

Sedangkan  dari jumlah tenaga kerja, PT. TK Industrial Indonesia merupakan perusahaan pemohon IOMKI dengan jumlah tenaga kerja terbesar yaitu 25.304 pekerja. Perusahaan tersebut mengajukan izin untuk bidang industri sepatu olahraga (KBLI 15202) dan industri mesin dan perkakas mesin untuk pegerjaan logam (KBLI 28221). Perusahaan pemohon IOMKI dengan angka tenaga kerja tinggi lainnya yaitu PT. Astra Honda Motor dengan sekitar 25.000 orang pekerja. Izinnya dikeluarkan untuk bidang usaha industri motor pembakaran dalam (KBLI 30912) dan industri sepeda motor roda dua dan tiga (KBLI 30911).


Harapan dikeluarkannya IOMKI ini agar sektor industri yang vital bagi perekonomian tetap bisa berjalan dan menjaga roda ekonomi dan tingkat pendapatan masyarakat tetap stabil.


***

Edaran Kemendag untuk Pastikan Kelancaran Pasokan Barang bagi Masyarakat di Masa Penanganan Covid-19

Sejak diumumkannya kasus pertama penderita Covid-19 oleh Presiden Joko Widodo pada hari Senin 02 Februari 2020 yang lalu, sebagian masyarakat spontan bereaksi dengan melakukan panic buying yang menyebabkan barang menjadi langka dan mahal di pasaran. Di Jakarta, sebagaimana dilaporkan detik.com pada Senin (2/3/2020), toko obat dan supermarket diserbu masyarakat untuk memborong obat-obatan, alat kesehatan, hand sanitizer, hingga sembako.

Pemerintah sendiri berupaya untuk menjaga situasi dengan segera mengeluarkan imbauan agar masyarakat tidak panik, tetap tenang, dan melakukan kegiatan seperti biasanya. Pemerintah menjamin ketersediaan pasokan kebutuhan pokok di pasar tradisional maupun pasar modern dengan dukungan ketersediaan stok barang kebutuhan pokok di Perum Bulog, produsen, distributor, maupun importir.

Pemerintah Daerah Jangan Membatasi Logistik Angkutan Bahan Pangan

Ilustrasi Distribusi, Pasar dan Logistik
Sebagai upaya menjaga ketersediaan dan kelancaran pasokan barang kebutuhan masyarakat, apalagi setelah adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), khususnya di Jakarta dan sekitarnya, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI menerbitkan Surat Edaran Nomor 317/M-DAG/SD/04/2020 tanggal 3 April 2020 perihal Menjaga Ketersediaan dan Kelancaran Pasokan Barang Bagi Masyarakat yang ditujukan kepada Gubernur DKI Jakarta dan Bupati/Walikota seluruh Indonesia.

Edaran tersebut sesungguhnya dimaksudkan agar logistik angkutan bahan pangan tidak dibatasi oleh Pemerintah Daerah (Pemda) seiring pemberlakuan PSBB di DKI Jakarta dan beberapa daerah setelahnya. 

"Karena dikhawatirkan dengan ketatnya Pemerintah Daerah dapat menghambat logistik bahan pangan. Untuk itu perlu dihimbau agar logistik terkait pangan tetap diberikan kelancaran," demikian menurut Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag RI, Suhanto pada Selasa (7/4/2020), sebagaimana dikutip dari kontan.co.id.

Tiga Catatan Penting

Surat Edaran tersebut berisi tiga poin penting yang menjadi catatan permintaan dari Kemendag untuk Pemda, yaitu akses pengiriman, jam kerja pasar, dan penerapan protokol kesehatan pencegahan penyebaran Covid-19.

Pertama, Pemda diminta untuk membuka akses pengantaran (kurir) atau distribusi barang baik barang kebutuhan pokok dan barang penting (bapokting); semua jenis obat-obatan, suplemen dan alat-alat kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat; maupun barang-barang kebutuhan masyarakat lainnya yang memasuki wilayah masing-masing selama memenuhi atau menerapkan protokol keselamatan antisipasi penyebaran Covid-19.

Kedua, mengatur jam kerja Pasar Rakyat dan Toko Swalayan yang menjual barang-barang kebutuhan sehari-hari yang berbentuk minimarket, supermarket, dan hypermarket sesuai dengan kondisi keamanan dan sosial di wilayah kerja masing-masing dengan tetap menjalankan protokol antisipasi penyebaran Covid-19. Lebih lanjut dijelaskan bahwa untuk hari-hari tertentu Gubernur DKI Jakarta/Bupati/Walikota dapat menetapkan jam kerja Toko Swalayan melebihi pukul 22.00 waktu setempat, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 7 ayat 2 Perpres 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Rakyat, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern.

Ketiga, Pemda menghimbau kepada para peritel dan pedagang pasar rakyat untuk di samping melayani langsung konsumen dengan menerapkan social distancing sebagaimana protokol keselamatan antisipasi penyebaran Covid-19, juga menerapkan pelayanan pesan antar sehingga kebutuhan masyarakat masih dapat terus dipenuhi. 

Semoga dengan kepatuhan terhadap imbauan pemerintah ini, kemelut dapat dilalui, penyebaran Covid-19 dapat segera tertangani, dan tidak ada kekurangan dalam upaya pemerintah dalam menjamin ketersediaan kebutuhan sehari-hari masyarakat.

***

Tuesday 21 April 2020

Menteri Perindustrian Mengarahkan Kepala Daerah untuk Kawal Implementasi Izin Operasional dan Mobilitas Kegiatan Industri

Pelaku usaha tetap dapat beroperasi dan menjalankan usahanya di masa pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) selama tetap menjalankan protokol kesehatan sesuai Peraturan Menteri Kesehatan. Seiring dengan itu, pemerintah melalui Menteri Perindustrian mengeluarkan Izin Operasional dan Mobilitas Kegiatan Industri (IOMKI), khususnya bagi industri yang produknya sangat dibutuhkan di masa penanganan pandemi Covid-19.

Sebelumnya, pemerintah telah mengeluarkan Surat Edaran Menteri Perindustrian RI Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Operasional Pabrik dalam Masa Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019. Edaran ini menekankan agar industri tetap mengedepankan protokol kesehatan yang sudah digariskan berdasarkan Permenkes Nomor 9 Tahun 2020 dalam menjalankan aktivitas produksinya.

Namun demikian, Kemenperin bersama dengan Pemerintah Daerah tetap melakukan pembinaan dan pengawasan ketat untuk mengawal implementasi IOMKI selama PSBB. Harapannya, industri yang telah mendapatkan IOMKI dapat segera melakukan penyesuaian di lapangan.

Diancam Sanksi, Pembinaan, hingga Pencabutan Izin

Berbagai permasalahan yang muncul di lapangan terkait penerapan IOMKI menjadi pertimbangan Kemenperin untuk mengeluarkan informasi lanjutan. Berdasarkan Surat Menteri Perindustrian RI Nomor S/336/M-IND/IND/IV/2020 tanggal 17 April 2020 perihal Izin Operasional dan Mobilitas Kegiatan Industri yang ditujukan kepada Gubernur, Bupati, dan Walikota di seluruh Indonesia, menegaskan dengan kuat mengenai perlunya perusahaan industri dan perusahaan pengelola kawasan industri yang telah diberikan IOMKI untuk memenuhi kewajiban penerapan protokol pencegahan Covid-19, sebagaimana telah ditetapkan pemerintah, dalam menjalankan kegiatan usahanya.

Status IOMKI yang telah diperoleh oleh perusahaan dapat berubah dalam dua hal jika ditemukan situasi yang menunjukkan ketidaksesuaian tertentu. Pertama, pencabutan IOMKI, jika setelah dilakukan pengawasan ditemukan adanya ketidaksesuaian data/informasi yang disampaikan dengan keadaan sebenarnya. Kedua, dinyatakan batal demi hukum, dalam hal setelah dilakukan pengawasan ditemukan hal-hal yang bertentangan dengan ketentuan yang berlaku terkait dengan upaya pencegahan penyebaran dan percepatan penanganan Covid-19.

Gubernur, Bupati, dan Walikota diarahkan untuk memberikan pembinaan, peringatan dan/atau penyegelan sementara, jika dalam menjalankan usahanya perusahaan industri atau perusahaan kawasan industri diduga atau ditemukan dugaan yang melanggar penerapan protokol pencegahan Covid-19. Peringatan dan penyegelan sementara ini dapat dicabut segera setelah perusahaan yang bersangkutan telah memenuhi kewajiban penerapan protokol pencegahan Covid-19.

Jika dalam kasusnya perusahaan telah diberi pembinaan, peringatan, dan penyegelan sementara oleh Pemda dan tetap tidak memenuhi kewajiban penerapan protokol pencegahan Covid-19 dimaksud, maka Gubernur, Bupati, atau Walikota dapat melaporkan dan mengusulkan pencabutan IOMKI kepada Menteri Perindustrian. 

"Kalau sudah mendapatkan pembinaan, masih belum juga mengindahkan, saya sebagai Menteri Perindustrian tidak akan ragu-ragu untuk mencabut IOMKI pada perusahaan tersebut," demikian ditegaskan oleh Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita pada Kamis (17/4/2020) sebagaimana dikutip Pasardana.id.

Pelaku usaha di sektor industri tentu saja sangat diharapkan tetap bisa beroperasi dan menjadi penggerak roda ekonomi negara, namun perlu digaris-bawahi pula bahwa penanganan penyebaran Covid-19 juga adalah isu serius di sisi yang lain yang segera selesai. Semoga masing-masing pihak menyadari dan mengambil peran dalam memerangi wabah ini.

***

Sunday 19 April 2020

Sertifikat Halal bagi Pelaku Usaha; Apa Manfaatnya?

Selain izin usaha industri, sertifikat halal juga dianggap penting untuk dipenuhi oleh pelaku usaha, khususnya produsen produk kebutuhan pangan maupun yang berbahan baku pangan. Tujuan sertifikasi halal tersebut pada prinsipnya adalah untuk melindungi konsumen beragama Islam, khususnya konsumen di Indonesia dengan memberikan jaminan pada dua hal, yaitu sisi kandungan dan proses produksinya. Pertama, sertifikat halal mengesahkan bahwa produk tersebut tidak mimiliki kandungan dari bahan baku yang tidak halal. Kedua, bahwa proses produksi yang dilakukan oleh perusahaan dijalankan dengan cara yang halal dan beretika dan tidak melanggar aturan.

Mengapa sertifikat halal menjadi penting? Hal ini tidak terlepas dari besarnya jumlah umat Islam yang tersebar di seluruh dunia. Di regional-regional tertentu populasinya bahkan menjadi mayoritas sehingga sangat perlu untuk menciptakan jaminan bagi kualitas konsumsi kesehariannya. 

Di seluruh dunia, konsumen muslim diperkirakan sekitar 2.0 miliar jiwa dan diperkirakan meningkat hingga 2.3 miliar jiwa pada tahun 2030 yang tersebar di 112 negara. Kawasan Asia Tenggara dan Timur Tengah mewakili sekitar 500 juta konsumen muslim seluruh dunia. Indonesia merupakan negara dengan angka konsumen muslim terbesar sebanyak 217 juta jiwa yaitu sekitar 87% dari keseluruhan populasi negara yang berjumlah sekitar 260 juta jiwa tersebut.

Amanat Undang-Undang

Menilik Undang-Undang RI Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, terdapat beberapa pasal yang perlu diperhatikan terkait Jaminan Produk Halal (JPH) ini. Pasal 1 ayat 5 misalnya, menegaskan bahwa JPH sebagai kepastian hukum terhadap kehalalan suatu produk yang dibuktikan dengan Sertifikat Halal.  Di pasal 3 mengenai tujuan penyelenggaraan JPH, disebutkan dua hal, yaitu: untuk memberikan kenyamanan, keamanan, keselamatan, dan kepastian ketersediaan produk halal bagi masyarakat dalam mengonsumsi dan menggunakan produk; dan untuk meningkatkan nilai tambah bagi pelaku usaha untuk memproduksi dan menjual produk halal.

Pada pasal yang lain, pasal 4, disebutkan dengan jelas bahwa produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal.

Ilustrasi produk-produk yang beredar di pasar Indonesia
Sertifikat Halal, berdasarkan pasal 5 ayat 3 UU ini, dikeluarkan oleh Badan Penyelenggara jaminan Produk Halal (BPJPH) yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Agama. Kewenangan BPJPH ini mulai berlaku sejak tanggal 17 Oktober 2019.

Sebelum keberadaan badan ini, Sertifikasi Halal merupakan produk yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Institusi ini kemudian memiliki Lembaga  Pengkajian Pangan, Obat-Obatan, Kosmetika, dan Makanan Majelis Ulama Indonesia (LP POM-MUI) sebagai lembaga fungsional di bawah MUI yang ditugaskan untuk mengkaji, menganalisa, dan menelaah -berdasarkan aspek sains dan teknologi- setiap produk yang mengajukan Sertifikasi Halal ke MUI. Hasil kajiannya kemudian ditelaah oleh Komisi Fatwa MUI untuk ditetapkan status kehalalannya.

MUI sendiri menetapkan standar halal, yaitu:
  1. Tidak mengandung babi dan bahan yang berasal dari babi;
  2. Tidak mengandung bahan-bahan yang diharamkan seperti bahan-bahan yang berasal dari organ manusia, darah, kotoran, dan sebagainya;
  3. Semua bahan yang berasal dari hewan halal yang disembelih menurut tata cara syariat islam;
  4. Semua tempat penyimpanan, tempat penjualan, tempat pengolahan, tempat pengelolaan, dan transportasinya tidak boleh digunakan untuk babi, jika digunakan untuk babi atau barang yang tidak halal lainnya harus dibersihkan terlebih dahulu sesuai dengan syariat islam; dan
  5. Semua makanan dan minuman yang tidak mengandung khamar.
Sistem Jaminan Halal

Sejak Maret 2012, Sistem Jaminan Halal (SJH) dengan nama HAS 23000 telah diperkenalkan oleh MUI yang berisi persyaratan-persyaratan untuk diaplikasikan oleh semua kategori usaha. HAS 23000 memiliki 11 kriteria untuk SJH sebagai berikut:
  1. Kebijakan Halal dari perusahaan;
  2. Tim Manajemen Halal;
  3. Pelatihan dan Edukasi;
  4. Bahan;
  5. Produk;
  6. Fasilitas Produksi;
  7. Prosedur Tertulis Aktivitas Kritis;
  8. Kemampuan Telusur;
  9. Penanganan produk yang tidak memenuhi kriteria;
  10. Audit Internal; dan
  11. Kaji Ulang Manajemen.
Manfaat Sertifikat Halal

Keberadaan Sertifikat Halal pada akhirnya dapat dirasakan manfaatnya oleh berbagai pihak, baik masyarakat sebagai konsumen maupun pelaku usaha sebagai produsen. Bagi konsumen, cantuman sertifikat atau logo halal pada sebuah produk menjadi bermakna untuk dua hal. Pertama, konsumen mendapatkan ketenangan, kenyamanan, dan keyakinan akan jaminan halal apa yang mereka konsumsi. Bagi mayoritas masyarakat muslim, tanda kehalalan yang terdapat pada produk merupakan sesuatu yang penting. Kedua, Produk yang telah lulus sertifikasi halal menjadi terjamin, aman, dan halal untuk dikonsumsi/dipakai.  

Sedangkan bagi produsen, beberapa manfaat yang bisa disebutkan di antaranya adalah:
  1. Produk yang dihasilkan akan memiliki unique selling point (USP) yang memberinya kelebihan dibandingkan produk sejenis tanpa Sertifikat/Label Halal;
  2. Kesempatan yang terbuka untuk memperluas penjualan dengan memasuki pasar halal global;
  3. Terbukanya kesempatan untuk memasuki pasar negara-negara muslim yang memiliki daya beli tinggi (Arab Saudi, Malaysia, Brunei Darussalam, Uni Emirat Arab, Qatar, dan lain-lain);
  4. Diakui atau tidak, Sertifikat Halal menjadi jaminan untuk mendapatkan kepercayaan konsumen terhadap produk yang dihasilkan. Bagi produsen, pencantuman label halal dapat membangun kepercayaan dan loyalitas konsumen terhadap produk tersebut;
  5. Sertifikat Halal bisa menjadi pelindung bagi produk dalam negeri di dalam persaingan global. Produk bersertifikat halal di Indonesia dianggap cukup siap dan berdaya saing untuk masuk ke arena pasar bebas seperti Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Demikian, mengapa sertifikasi halal menjadi sangat dianjurkan untuk perusahaan, khususnya produsen makanan, minuman, kosmetik, obat-obatan, dan sebagainya. Masyarakat Indonesia sendiri sangat memperhatikan aspek halal suatu produk.

***

Thursday 16 April 2020

Pemerintah Permudah Izin Operasional dan Mobilitas Kegiatan Industri di Masa Darurat Covid-19

Ilustrasi Pekerja Industri di tengah Masa Darurat
Di tengah masa tanggap darurat dan peningkatan penyebaran Covid-19, Pemerintah Republik Indonesia masih terus mendorong agar pelaku industri tetap produktif. Hal ini dilakukan untuk menjamin kelangsungan berusaha, khsusnya kegiatan produksi yang berhubungan langsung dengan aspek ekonomi dan sosial masyarakat.

Dukungan pemerintah diwujudkan, salah satunya, dengan mengeluarkan Surat Izin Operasional dan Mobilitas Kegiatan Industri (IOMKI) melalui aplikasi SIINas.

"Dalam masa kedaruratan kesehatan akibat Covid-19, perusahaan industri dan perusahaan kawasan industri tetap dapat menjalankan kegiatan usahanya dengan memiliki izin operasional dan mobilitas kegiatan industri," demikian diterangkan Menteri Perindustrian RI, Agus Gumiwang Kartasasmita pada Minggu (12/4/2020) dalam pressrelease yang diterbitkan kontan.

Upaya pemerintah ini menerima respon yang cukup baik dari pelaku usaha karena pengajuan Surat IOMKI secara daring tidak mensyaratkan tatap muka dengan petugas dan dapat dilakukan di mana saja. Respon positif datang, salah satunya, dari industri makanan dan minuman.

"Kami menyampaikan hormat dan apresiasi yang tinggi terhadap tim Kemenperin, terutama Menteri Perindustrian yang sangat cepat merespon semua aturan dan semua yang berkaitan terhadap kesehatan di masa kedaruratan Covid-19," kata Johan Muliawan, Direktur Relasi Eksternal PT. Mayora Indah dikutip dari laman yang sama.

Panduan Pengajuan Izin Operasional dan Mobilitas Kegiatan Industri

Berikut ini langkah-langkah pengajuan permohonan Surat Izin Operasional dan Mobilitas Kegiatan Industri (IOMKI) melalui aplikasi SIINas.
1. Login ke SIINas
2. Masuk ke Menu "Izin Operasional dan Mobilitas" pada Tab "e-Services"
3. Isi dan Lengkapi Formulir Data Umum Perusahaan
4. Cetak izin

Untuk memastikan bahwa data izin telah tayang di Website Kemenperin, scan QR Code yang berada di bagian bawah surat.

Kendala-kendala teknis yang dialami pada saat menggunakan aplikasi ini dapat disampaikan melalui Helpdesk SIINas. 


***

Mengenal Segitiga Emas Rebana

Pemerintah Provinsi Jawa Barat sedang mengupayakan pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus di bagian utara yang diberi nama Segitiga Emas Rebana. Pembangunan kawasan ini secara resmi dimulai dengan diselenggarakannya peletakan batu pertama (groundbreaking) pembangunan Hotel Horison Ultima Kertajati di Majalengka pada tanggal 11 September 2019.

"ini kick off bahwa konsep kawasan rebana dimulai optimismenya dengan groundbreaking (peletakan batu pertama) hari ini," demikian disampaikan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil sebagaimana dikutip detik pada Rabu (11/9/2019).

Kawasan ini bahkan diproyeksikan sebagai salah satu dari tiga wilayah yang direkomendasikan sebagai ibukota baru Provinsi Jawa Barat bersama wilayah Tegalluar dan Kawasan Walini. Meskipun demikian, kawasan Rebana adalah yang terbesar dengan luasan wilayah mencapai 4.328,29 km persegi yang mencakup tiga Kabupaten/Kota di Jawa Barat.

Peta Segitiga Emas Rebana

Berkenalan dengan Segitiga Emas Rebana

Apa sih Segitiga Emas Rebana itu? Kurang lebih pertanyaan ini yang pertama kali mengemuka ketika membicarakan konsep ini. Rebana muncul sebagai akronim dari Cirebon, Patimban, dan Aerocity Kertajati yang merupakan kawasan-kawasan proyeksi pusat pertumbuhan ekonomi di bagian utara Provinsi Jawa Barat. Posisi ketiga wilayah ini jika ditarik garis yang menghubungkan koordinas masing-masing akan membentuk bagan segitiga. Dari sinilah muncul nama Segitiga Emas Rebana, yaitu kawasan yang terdiri dari tiga lokasi strategis yang berpotensi besar menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi baru di wilayah utara Jawa Barat di masa mendatang.

Secara administrasi, areal ini masuk ke dalam wilayah tiga Kabupaten/Kota, yaitu Cirebon, Subang, dan Majalengka. Kabupaten dan Kota Cirebon yang didukung oleh Pelabuhan dan Stasiun Kereta Api Cirebon telah cukup dikenal dengan kegiatan ekonominya yang besar, khususnya di sektor jasa dan perdagangan. Pelabuhan Cirebon bisa dikatakan sebagai pintu masuk kegiatan usaha bagi wilayah yang cukup besar, meliputi Jawa Barat dan sebagian Provinsi Jawa Tengah. Selain itu, Cirebon juga menarik geliat ekonomi di aktivitas pariwisatanya, khususnya dalam pariwisata kebudayaan yang mengandalkan Keraton Cirebon sebagai magnet utama. 

Sementara itu, Kabupaten Subang dan Majalengka dalam tahapan pembangunan untuk lebih baik dengan dukungan infrastruktur yang sementara ini sedang diupayakan. Kabupaten Subang mendapatkan berkah besar dengan ditetapkannya Pelabuhan Patimban sebagai salah satu proyek prioritas pemerintah pusat yang sudah harus rampung pada tahun 2020 ini. Pelabuhan ini disiapkan sebagai pelabuhan internasional yang diharapkan bisa melayani arus ekspor-impor barang sebanyak yang bisa dilakukan oleh Pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta.

Bagaimana dengan Kabupaten Majalengka? Kabupaten Majalengka memiliki Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati yang nantinya akan dikembangkan lebih canggih lagi sebagai aerocity. Diresmikan pada 24 Mei 2018 oleh Presiden RI Joko Widodo, bandara ini dibangun di atas lahan seluas 18.000 ha dengan proyeksi luasan terminal mencapai 209.500 meter persegi dan landasan pacu (runway) sepanjang 3.500 meter. Potensinya sangat besar untuk tumbuh dan mendorong perekonomian Jawa Barat apalagi didukung dengan berbagai rencana pengembangan kawasan di sekitarnya.

Rencana Pengelolaan Rebana

Di samping aerocity, kawasan Segitiga Emas Rebana juga direncanakan untuk mendorong pertumbuhan tiga area/perwilayahan, yaitu: kawasan industri, kawasan peruntukan industri, dan kota baru Patimban.

Kawasan Industri, menurut Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, merupakan kawasan tempat pemusatan kegiatan industri pengolahan yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan fasilitas penunjang lain yang disediakan dan dikelola oleh perusahaan kawasan industri. Kawasan Segitiga Emas Rebana ini direncanakan untuk membangun beberapa kawasan industri yang diharapkan mampu menyediakan hingga tiga juta lapangan kerja.

Untuk Kawasan Peruntukan Industri sendiri, dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 142 Tahun 2015 tentang Kawasan Industri, sebagai bentangan lahan yang diperuntukkan bagi kegiatan industri berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Berbeda dengan Kawasan Industri, Kawasan Peruntukan Industri tidak dikelola oleh badan hukum tertentu dan sangat memungkinkan bersinggungan dengan kawasan pemukiman. Pemerintah Provinsi Jawa Barat sedang mengupayakan untuk mengatur dan mengusulkan kembali peruntukan industri untuk wilayah-wilayah yang termasuk ke dalam kawasan Segitiga Emas Rebana ini.

Berkaitan dengan peruntukan industri ini, Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) maupun Rencana Pembangunan Industri Provinsi (RPIP) Jawa Barat telah menetapkan tipe-tipe industri yang ditentukan untuk masing-masing kabupaten/kota yang berhubungan dengan kawasan ini. Kabupaten Subang, dengan areal peruntukan seluas 24.608 ha, dapat mengembangkan industi logam, mesin, alat elektronika, dan makanan. Termasuk pada pengembangan dry port dan pengapalan. Begitupula dengan Kabupaten Majalengka yang bisa mengembangkan industri tekstil, makanan, resin dan bahan baku plastik, termasuk cargo dan industri aviasi. Kabupaten Cirebon dapat mengembangkan industri perikanan, pakan, furnitur, dan pengapalan.

Rencana pengembangan Segitiga Emas Rebana juga termasuk pengmbangan Kota Baru Patimban. Kota ini dirancang untuk menciptakan ruang perkotaan yang berkualitas tinggi dengan karakter industrial namun mengutamakan gaya hidup sehat masyarakatnya.


Masa Depan Jawa Barat


Areal ini diproyeksikan untuk memiliki setidaknya sepuluh kawasan industri dengan akses dan konektivitas yang sangat memadai. Terdengar sangat optimis bukan? Betul saja. Ada beberapa faktor yang begitu menguatkan niat Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam mendorong kawasan ini menjadi kawasan ekonomi yang kuat. Pertama, harga tanah masih dianggap murah jika dibandingkan kawasan peruntukan industri lain di Jawa Barat. Kedua, Infrastruktur, khususnya akses transportasi yang sedang dikerjakan dan menunjukkan kecenderungan positif. Ketiga, faktor upah pekerja, dalam hal ini Upah Minimum Regional (UMR) yang sangat kompetitif diharapkan menjadi magnet bagi investor untuk menjajal area prospektif ini.


Selain itu, persoalan lingkungan dan pencemaran yang dihadapi oleh warga dan pemerintah terkait Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum mendorong Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengupayakan relokasi industri, khususnya industri besar di sepanjang DAS, ke kawasan baru ini.


"Industri sekitar Citarum itu melakukan pencemaran karena tidak berada di kawasan industri. Kalau di kawasan industri, pembuangan limbahnya tidak langsung ke badan sungai, disalurkan melalui pipa tertutup, bermuara di instalasi pengolahan air limbah." demikian keterangan Sanny Iskandar, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Bidang Pengembangan Kawasan Ekonomi yang juga merupakan Ketua Himpunan Kawasan Industri (HKI) sebagai mana dikutip dari laman Kemenperin RI.


Industri-industri ini sebagian besarnya merupakan industri berorientasi ekspor yang tentu saja akan mendapatkan kemudahan jika memutuskan untuk menyetujui relokasi. Konektivitas dan akses adalah kuncinya. Jika berhasil, maka Segitiga Emas Rebana sedang merintis jalannya menuju peradaban mutakhir dengan konektivitas pelabuhan, bandara, jalan tol, dan jalur kereta api yang sedang dibangun.


Hadirnya Segitiga Emas Rebana adalah cahaya harapan masyarakat di sekitarnya untuk merasakan hidup yang lebih baik di masa mendatang.



***

Paling Baru

Perlindungan Konsumen; Amanat Undang-Undang

Artikel Populer